BAB 10
TRANSPARANSI DAN
GOOD GOVERNANCE

A.    TATA  LAKSANA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna, namun apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan karakteristik dasarnya yaitu:
1.      Partisipasi aktif
2.      Tegaknya hukum
3.      Transparansi
4.      Responsif
5.      Berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
6.      Keadilan dan perlakuan yang sama untuk semua orang
7.      Efektif dan ekonomis
8.      Dapat dipertanggungjawabkan
Berlakunya karakteristik-karakteristik diatas biasanya menjadi jaminan untuk:
-          Meminimalkan terjadinya korupsi
-          Pandangan minoritas terwakili dan dipertimbangkan
-          Pandangan dan pendapat kaum yang paling lemah didengarkan dalam pengambilan keputusan.
Governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumber daya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, participation, dan kemitraan.
World Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran kesalahan dalam alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Nizarli (2005) mendefinisikan good governance sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan administratif dalam pengelolaan sebuah Negara, termasuk di dalamnya mekanisme yang komplek serta proses yang terkait, lembaga-lembaga yang dapat menyuarakan kepentingan perseorangan dan kelompok serta dapat menyelesaikan semua persoalan yang muncul di antara mereka.
Good governance adalah proyek berskala jangka panjang dimana hal ini tidak dapat terjadi secara instan dan sekejap. Hal ini dapat dilihat bahwa good governance ini awalnya dicanangkan pada pasca krisis di indonesi pada tahun 1998 dan masih di usahakan untuk diterapkan hingga saat ini.
Hal ini dikarenakan good governance berhubungan erat dengan nilai, budaya, serta komitmen keprilaku positif masyarakat. Terdapat tiga fase penting yang harus dilalui untuk mewujudkan good governance secara ideal. Fase ini antara lain fase membangun komitmen, fase membangun system dan terakhir membangun budaya.
Bila Indonesia mampu melewati tahapan fase tersebuut, pada akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dapat membuat Indonesia berkembang pesat serta kompetitif dalam tatanan internasional, dengan modal sumber daya yang melimpah dan sumber daya manusia unggulan. Apabila dilihat mengenai sumber daya manusia unggulan maka proses pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan tatanan good governance yang bernilai tambah bagi masyarakat.
Fundamental utama dari good governance adalah ethics. Etika akan menuntun setiap pelaku dalam sebuah sistem sosial berbuat sepantasnya sesuai dengan tatanan nilai – nilai masyarakat. Etika mengajarkan hitam dan putih, dan meneguhkan ketauladanan – ketauladanan untuk menjadi perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan etika, ketertiban dan kesejahteraan akan tumbuh dan berkembang sebagai nilai – nilai moral dalam tatanan sosial Indonesia.
Bersikap terbuka dan bertanggungjawab untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagi panutan masyarakat; dan itu dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggungjawab dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara.
Perwujudan pemerintahan yang baik (good governance) sasaran pokoknya adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang professional, berkepastian hukum, transparan, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan bebas KKN, peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi yang didasari etika, semangat pelayanan, dan pertanggung jawaban publik, dan integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara (Mustopadidjaja, 2003).
Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan dan kemitraan, selain memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga memerlukan langkah-langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas mereka, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses penyusunan peraturan kebijakan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat.
Lembaga Admnistrasi Negara mengemukakan bahwa Good Governanceberorientasi pada :
1.      Orientasi ideal Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional
2.      Pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif, efisien dalam melakukan upaya pencapaian tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya sepertilegitimaty ( apakah pemerintah dipilih dan mendapat kepercayaan dari rakyatnya). Sedangkan orientasi kedua tergantung pada sejauh mana pemerintahan mempunyai kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administrasi berfungsi secara efektif dan efisien.
Lembaga Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwa wujud good governanceadalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien, efektif,  dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain  sektor swasta dan masyarakat.
Selain itu peraturan pemerintah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti Good Governance sebagai berikut : “kepemerintahan yang mengemban dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi dan pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Dengan demikian, pada dasarnya unsur-unsur dalam kepemerintahan ( governance stakeholders ) dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu :
1.      Negara/ pemerintahan : konsepsi pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh melibatkan pula swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2.      Sektor swasta : pelaku sektor swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti : industri pengolahan perdagangan, perbankan dan koperasi termasuk sektor informal
3.      Masyarakat madani : kelompok masyakat dalam kontek kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tangah-tengah antara pemerintah dan perseorangan,  yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Konsep good governance menekankan pada komitmen dan langkah pertanggungjawaban atas konsumsi sumber daya alam atau ekonomi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci mendasar dan relevan bagi stakeholders korporasi. Transparansi dan akuntabilitas mengajarkan nilai – nilai kejujuran , efisiensi, efektifitas, berbagi, keadilan, dan semangat going concern. Good governance tidak melihat pengolahan sumber daya alam hanya dari perspektif kalkulasi laba, namun juga peduli terhadap pelestarian ekosistem alam dan pemberdayaan masyarakat.
B.     TRANSPARANSI& AKUNTABILITAS
1.      Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan pemerintahan dalam membuat kebijakan-kebijakan, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPR dan masyarakat. Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountabilility antara pemerintah dengan masyarakat. Ini akan menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keterbukaan pemerintahan merupakan syarat mutlak bagi suatu pemerintahan yang efisien. Keterbukaan mengandung makna bahwa setiap orang mengetahui proses pengambilan keputusan oleh pemerintah. Dengan mengetahui, memungkinkan masyarakat itu memikirkan dan pada akhirnya ikut memutus.
Transparansi diperlukan agar baik pegawai di instansi, maupun masyarakat di luar dapat mengetahui kondisi dari instansi tersebut, apalagi jika menyangkut masalah keuangan yang merupakan hal yang sangat sensitif. Transparansi mutlak diperlukan, apalagi pada instansi-instansi pemerintahan di mana uang yang mengalir di pemerintahan merupakan uang rakyat. Transparansi diperlukan agar masyarakat dapat turut menilai dan mengkritisi apabila terjadi kecurangan atau hal yang dianggap tidak wajar. Hal itu dapat menjadi tindakan preventif  bagi pelaku kecurangan dan juga bisa menjadi tindakan represif ketika kecurangan telah terdeteksi dengan adanya transparansi dari pihak instansi.
Prinsip Transparansi ini telah disepakati, sebagai  10 prinsip, dari Asosiasi Pemerintahan Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesai (APEKSI), dan Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI), yaitu: partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efisiensi dan efektifitas, dan profesionalisme.
Prinsip transparansi ini tidak hanya berhubungan dengan hal-hal yang menyangkut keuangan. Keterbukaan pemerintah meliputi 5 (lima) hal:
a.       Keterbukaan dalam hal Rapat-rapat. Para birokrat mestilah terbuka dalam melaksanakan rapat-rapat yang penting bagi masyarakat. Keterbukaan dalam hal rapat ini memungkinkan para birokrat serius memikirkan hal-hal yang dirapatkan, dan masyarakat dapat memberikan pendapatnya pula.
b.      Keterbukaan Informasi. Keterbukaan informasi ini berhubungan dengan dokumen-dokumen yang perlu diketahui oleh masyarakat. Misalnya, informasi mengenai pelelangan atau penerimaan pegawai.
c.       Keterbukaan Prosedur. Keterbukaan prosedur ini berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan maupun prosedur penyusunan rencana. Keterbukaan prosedur ini merupakan tindak pemerintahan yang bersifat publik. Misalnya, keterbukaan rencana pembebasan tanah, rencana pembangunan Mall atau rencana tata ruang.
d.      Keterbukaan Register. Register merupakan kegiatan pemerintahan. Register berisi fakta hukum, seperti catatan sipil, buku tanah, dan lain-lain. Register seperti itu memiliki sifat terbuka, artinya siapa saja berhak mengetahui fakta hukum dalam register tersebut. Keterbukaan register merupakan bentuk informasi pemerintahan.
e.       Keterbukaan menerima peran serta masyarakat. Keterbukaan Peran serta ini terjadi bila, adanya tersedia suatu kesempatan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya terhadap pokok-pokok kebijakan pemerintah; adanya kesempatan masyarakat melakukan diskusi dengan pemerintah dan perencana; dan adanya pengaruh masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Peran serta merupakan hak untuk ikut memutus. Hal ini menjadi bentuk perlindungan hukum preventif. Peran serta ini dapat berupa pengajuan keberatan terhadap rancangan keputusan atau rencana pemerintah, dengar pendapat dengan pemerintah, dan lain-lain.
2.      Akuntabilitas
Disisi yang lain, akuntabilitas juga memegang peranan yang sangat penting bagi terbentuknya good governence. Menurut Prof. Miriam Budiardjo, akuntabilitas didefinisikan sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat kepada mereka yang memberi mandat. Jadi, akuntabilitas memang sebuah pertanggungjawaban yang perlu dibarengi dengan pengawasan terhadap pihak-pihak yang diberi amanah. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh pihak luar seperti media, yang punya peranan cukup penting bagi terciptanya akuntabilitas suatu instansi. Akuntabilitas yang baik, akan mengurangi adanya tindak kecurangan di suatu instansi. Dengan adanya pengawasan dan pertanggungjawaban, maka pihak-pihak yang diberi amanah akan lebih merasa takut melakukan tindakan kecurangan. Setidaknya tindakan kecurangan pada perusahaan yang memiliki akuntabilitas yang baik dapat lebih diminimalisir jika dibandingkan dengan instansi tidak memiliki akuntabilitas yang memadai. Akuntabilitas yang memadai merupakan pertanggungjawaban yang dibarengi dengan pengawasan yang baik, terstuktur, terdapat sanksi yang tegas apabila dilanggar, dan mengikat pekerja di instansi tersebut.
Sudah seharusnya, pemerintah maupun petinggi-petinggi di instani-instansi yang ada di Indonesia membenahi transparansi dan akuntabilitas di instansinya agar tindakan kecurangan dapat diminimalisir. Apalagi di level pemerintahan yang sepertinya sudah mulai mengabaikan dua prinsip ini. Pemerintah sudah seharusnya membenahi sistem yang ada agar tidak ada lagi kasus korupsi maupun tindak kecurangan lainnya yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kecurangan juga diperlukan sebagai tindakan represif, selain perbaikan di sisi transparansi dan akuntabilitas, sehingga mampu terwujud tata pemerintahan yang baik (good governance). Menutut Guy Peter, ada tiga tipe dalam akuntabilitas, antara lain: (1) akuntabilitas keuangan, (2) akuntabilitas administratif, dan (3) akuntabilitas kebijakan publik.
C.    PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE PADA SEKTOR PUBLIK
Gambir Bhatta (1997) mengungkapkan pula bahwa  unsur utama governance yaitu akuntabilitas (accountability), transparansi (tranparancy), keterbukaaan (openes), aturan hukum (rule of law), ditambah dengan kompetensi managemen (management compentence) dan hak-hak azasi manusia (human right).
United Nations Development Program (1997) mengemukakan bahwa Karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi :
1.      Partisipasi (participaton)
Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara lansung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan aspirasinya dan kepentingan masing-masing.
2.      Aturan hukum ( rule of law) 
Kerangka aturan hukum  dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum mengenai hak azasi manusia.
3.      Transparansi (transparancy) 
Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi
4.      Daya Tanggap (responsivenes)
Setiap institusi  prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan
5.      Berorientasi consensus (consensus orientation) 
Pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai  penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai consensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan  masing-masing pihak, jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagi kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah
6.      Berkeadilan  (equity) 
Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya  untuk meningkatkan dan memelihara kualias hidupnya.
7.      Efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency)
Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.
8.      Akuntabilitas (accountability)
Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban ( akuntabilitas ) kepada publik ( masyarakat umum) sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders)
9.      Visi strategis (strategic vision)
Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan  pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.
Keseluruhan karakteristik atau prinsip Good Governance tersebut adalah saling memperkuat dan saling terkait serta tidak bisa berdiri sendiri.Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur atau prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik  kepemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut :
1.      Akuntabilitas, adanya kewajiban bagi aparat pemerintah untuk bertindak selaku   penanggungjawab dari penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijkan yang ditetapkannya
2.      Transparansi, kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik tingkat pusat maupun daerah
3.      Keterbukaan, menghendaki keterbukaan kesempatan bagi rakyat untuk mngajukan  tanggapan dan kritik terhadap pemrintah yang dinilainya tidak transparan.
4.      Aturan hukum, pemerintahan yang baik memiliki karakteristik berupa jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh. 
Menurut Bank Dunia (1992), good governance adalah sistem pemerintahan yang handal, pelayanan publik yang efisien, serta pemerintahan yang akuntabel terhadap publik. Jusuf Wanandi (1998), mengemukakan makna good governance adalah kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, segala kebijakan yang diambil secara transparan, dan dapat dipertanggung-jawabkan (akuntabel) kepada masyarakat.
Atribut good governance menurut pandangan masyarakat Eropa yang diterima baik di seluruh dunia, terdiri dari: (1) Menghargai hak asasi manusia (HAM), kebebasan pers, dan kebebasan mengemukakan pendapat; (2) Akuntabilitas keuangan, ekonomi, dan politik yang baik; (3) Manajemen lingkungan ekonomi dan bisnis yang bersahabat dengan pasar; (4) Transparansi manajemen pemerintahan; (5) Pengambilan keputusan yang demokratis; (6)  Kebijakan ekonomi dan sosial yang baik.
Berdasarkan atribut tersebut di atas menunjukkan bahwa, good governance mencakup aspek kehidupan yang luas, meliputihukum, politik, ekonomi, dan sosial, serta berhubungan erat dengan penyelenggaraan kekuasaan negara, baik eksekutif, legisiatif, maupun yudikatif. Pemakaian istilah good governance direkomendasikan oleh Bank Dunia sebagai opsi dari good government atau clean government yang terkesan hanya berkaitan dengan lembaga eksekutif saja.Sedangkan good governance berlaku terhadap keseluruhan lembaga negara dalam penyelenggaraan negara, di mana dalam membangunnya dimuali sejak: rekrutmen, pendidikan, penempatan, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasannya, pembentukan budaya institusinya (institutional culture), keseimbangan antara hak dan kewajiban setiap penyelenggara negara (right and obligation), dan secara simultan diikuti dengan penegakan hukum (law enforcement) sebagai keharusan yang tak perlu diperdebatkan lagi. Sedangkan, dalam dunia bisnis, good governance, dikenal dengan istilah good corporate governance dengan prinsip yang kurang lebih sama.
Dalam setiap penyelenggaraan good governance, harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar yaitu: (1) Transparansi adalah  keterbukaan dalam manajemen pemerintahan, manajemer lingkungan, ekonomi, sosial dan politik; (2) Partisipasi dimana pengambilan keputusan yang demokratis, pengakuan HAM kebebasan pers, kebebasan mengemukakan pendapat, dan mengakomodasi aspirasi masyarakat (partisipasi); (3) Akuntabilitas adalah mempertang-gungjawabkan keberhasilan atau kegagalan ke pada pemberi amanah, sampai pemberi amanah atau yang mendelegasikan kewenangan puas terhadap kinerja pelaksanaan kegiatannya.
Ketiga prinsip dasar tersebut, merupakan bagian tak terpisahkan dalam setiap penentuan kebijakan publik, implementasi, dan pertanggungjawabannya dalam bingkai good governance. Agar good governance menjadi kenyataan dan  sukses diperlukan komitmen dari semua pihak, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Good governance yang etektif menuntut adanya kesetaraan, interpretasi, serta etos kerja dan moral yang tinggi sebagai nilai dasar yang harus dipegang teguh oleh seluruh komponen yang terkait.                          
Dengan demikian, good governance merupakan cita-cita ideal, di mana untuk mencapainya diperlukan masa transisi dan pelaksanaan secara bertahap (gradual), selain itu diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terkait, dan tindakan nyata kearah terselenggarnya goodgovernance guna meraih peluang yang selalu terbuka.
Pilar- pilar Pemerintahan yang Baik
1.      Pemerintah, berfungsi dalam hal:
-        Regulasi/pembuatan kebijakan publik
-        Pengendalian dan pengawasan publik;
-        Pelindungan dan pengayoman masyarakat dan swasta;
-        Fasilitasi kepentingan negara dan publik;
-        Pelayanan kepentingan publik.
2.      Swasta atau Dunia Usaha, berfungsi dalam hal:
-        penggerakan aktivitas bidang ekonomi;
-        penyelenggaraan usaha-usaha kesejahteraan bangsa;
-        penyelenggaraan usaha-usaha perindustrian dan perdagangan;
-        penyelenggaraan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
3.      Masyarakat, berfungsi dalam hal:
-        sebagai subjek sekaligus objek (parsitipator) bagi penyelenggaraanurusan-urusan yang dilakukan oleh Negara/ Pemerintah dan Swasta;

-        pengontrol terhadap kinerja Pemerintah dan Swasta.

1 تعليقات

إرسال تعليق

أحدث أقدم