BAB 11
SISTEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
UUD 1945 merupakan hukum dasar Negara yang menempati
posisisebagai hukum Negara tertinggi dalam tertib hukum (legal order)
Indonesia.Di bawah UUD1945 terdapat berbagai aturan hukum/perundang-undangan
yang bersumber berdasarkan padaUUD 1945.Legal order merupakan satu kesatuan
sistem hukum yang tersusun secara tertib diIndonesia dituangkan dalam BAB III dalam UU No 12 Th 2011 tentang Jenis,
Hierarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan Indonesia
Sumber hukum terdiriatas sumber hukum tertulis dan tidak
tertulis. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasilasebagaimana yang tertulis
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu KetuhananYang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradil dan beradab, Persatuan Indonesia,
danKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan,serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan batangtubuh Undang-Undang Dasar 1945.Adapun tata
urutan Hierarki Perundang-undangan Indonesia Pasal 7 ayat 1 adalah sebagai
berikut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945,
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat
3. Undang-Undang
4. Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Keterangan :
1.
Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan
garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
UUD 1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949, setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
UUD 1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949, setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
2. Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)
merupakan
putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan
rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR. Contoh :
TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000
TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000
3. Undang-Undang
adalah Peraturan Perundang-undangan
Ialah UU yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang
merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam
pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan
sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya. Contoh
: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG “LARANGAN
MEROKOK”
4. Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam
keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
a. Perpu harus
diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
b. DPR dapat
menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak
DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan
undang-undang yang baru; diganti dengan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI,
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
5. Peraturan
Presiden (PP)
Peraturan Perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya.Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Presiden untuk menjalankan perintah.Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG SATUAN TURUNAN, SATUAN TAMBAHAN, DAN
SATUAN LAIN YANG BERLAKU dan PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1973 TENTANG PEDOMAN
PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
6. Peraturan
Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan
bersama Gubernur.Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia
adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia
dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi.Daerah otonom ini
dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II.Dalam pelaksanaannya
kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan
daerah.Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan
diatasnya.Contoh :
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH
KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN
PENCATATAN SIPIL DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10
TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 10 TAHUN 2008
TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT
7. Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan
persetujuan bersama Bupati atau Walikota.Contoh :
“ PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH
TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN
DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN ANGGARAN
1989/1990
Selain dari hal-hal diatas, yang
menjadi sumber Hukum Tata Negara adalah :
8. Konvensi
Menurut A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari: understandings (pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman-kelaziman) dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan ketatanegaraan, yang tidak dapat dipaksakan
Menurut penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis” contoh : Ngaben
UUD adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar yang tertulis” dan Konvensi adalah hukum Dasar “Hukum Dasar yang tidak tertulis” Penggunaan konvensi sebagai sumber hukum tata negara diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan kehidupan negara. Contoh Konvensi dalam Hukum Tata Negara di Indonesia :
Menurut A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari: understandings (pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman-kelaziman) dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan ketatanegaraan, yang tidak dapat dipaksakan
Menurut penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis” contoh : Ngaben
UUD adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar yang tertulis” dan Konvensi adalah hukum Dasar “Hukum Dasar yang tidak tertulis” Penggunaan konvensi sebagai sumber hukum tata negara diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan kehidupan negara. Contoh Konvensi dalam Hukum Tata Negara di Indonesia :
1.Pidato
presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang peringatan Hari
kemerdekaan RI)
2.Upacara
Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus
3.Peletakan Posisi Photo Presiden
dan Wakil Presiden di Kantor-kantor pemerintahan.
4.Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi pada hari kemerdekaan, hari raya keagamaan secara serentak.
4.Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi pada hari kemerdekaan, hari raya keagamaan secara serentak.
9. Traktat
Traktat sebagai sumber Hukum Tata
Negara, Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara (baik bilateral
maupun multilateral), mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang
mengadakan perjanjian itu.Perjanjian antar negara juga dapat merupakan bagian
dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai
kekuatan mengikat Contoh Traktat:
Perjanjian internasional yang
diadakan antara pemerintahan NKRI dengan Pemerintahan Republik Rakyat Cina
tentang dwikenegaraan.
(Sumber:
http://nofrialfaresita.vv.si/2013/01/tata-urutan-hierarki-perundang-undangan-indonesia
uu-no-12-tahun-2011)
B.
KONDISI
HUKUM DI INDONESIA
Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di
Indonesia tanpa adanyakeprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat
yang terluka oleh hukum.Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotanyang
amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar
negri.Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana
menempatiperingkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan
yang luar biasadibandingkan dengan bidang hukum lainnya.Bidang hukum pidana
merupakan bidanghukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah
reformasi hukum yangdijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau
belum.
Hukum pidana bukan hanyaberbicara tentang putusan pengadilan
atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputisemua proses dan sistem
peradilan pidana. Proses peradilan berawal dari penyelidikan yangdilakukan
pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya
diakhiridengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan.
Semua proses pidanaitulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat
karena kinerjanya, atau perilakuaparatnya yang jauh dari kebaikan.Corak hukum
yang sebagian besar telah bobrok oleh pelaku yang hanyamementingkan pribadi
atau kelompok.
Hukum di Negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap
dengan mudahnya, denganinkonsistensi hukum di Indonesia, seperti pemberian
hukuman kepada para pejabat Negarayang menyalahi aturan hukum, misalnya saat
terkena tilang polisi lalu lintas, ada beberapaoknum polisi yang mau bahkan
terkadang minta disuap agar kasus ini tidak diperpanjang,polisinya pun
mendapatkan keuntungan materi dengan cepat namun salah tempat. Inimerupakan
contoh-contoh dalam lingkungan terdekat kita.Masih banyak kasus-kasus yangdapat
dijadikan contoh dari penyelewengan hukum di Indonesia.Kita dapat mengambil
beberapa contoh tentang salahnya penegakan hukum diIndonesia. Saat seseorang
mencuri sandal misalnya, seperti yang pernah diberitakan, ia disidang dan
didenda hanya karena mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang
murah, sedangkan para koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa
merajalela,menikmati tanpa dosa, karena mereka memandang rendah hukum yang ada
di Indonesia.Contoh Arthalyta Suryani,dia menempati rutan dengan sarana
eksklusif, bisa dikatakan eksklusif, sampai-sampai adaruang untuk berkaraoke,
ini juga bisa dijadikan sebagai pembelian hukum di Indonesia.
Kasus korupsi dinilai sebagai penyakit yang sangat kronis, banyak
kasuskorupsi yang dalam pengusutannya tidak mampu menguak fakta apalagi
menangkap dalangintelektualnya.Banyak oknum penegak hukum yang ikut terlibat
dalam pusaran kasuskorupsi, sehingga tidak dapat ditangkap dan diadili sesuai
hukum.Kejadian diatas merupakan segelintir masalah penegakan hukum yang
bersarang diIndonesia dan merupakan salah satu contoh dari sekian banyak
kasus-kasus penegakan hukum yang semakin semrawut. Walaupun tak semua penegakan
hukum di Indonesia ini semuanyaberbau negatif, namun sebagian besar semuanya
mengarah kearah sana. Tidak jujur jikasemua penegakan hukum di Indonesia baik
dan tidak jujur pula bila semua penegakan hokum di Indonesia buruk.
Tidak hanya contoh di atas saja yang membuat kita mengetahui
betapa lemahnya penegakan hukum di Indonesia.Menangani kasus korupsi memang
tidak semudah membalikan telapak tangan. Tetapi walaupun sesulit apapun
mengatasi masalah korupsi, tetap saja kita harus tetap membasmi pelaku-pelaku
korupsi karna hal tersebut sangat merugikan banyak pihak khususnya rakyat
Indonesia dan akan membuat masyarakat tidak mempercayai lagi hukum dan penegak
hukum di Indonesia. Jangan sampai masyarakat tidak lagi mempunyai pegangan
untuk hidup teratur dan sejahtera kalau hukum di negaranya sudah tidak benar.
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Hukum Indonesia
Dalam pelaksanaannya sistem hukum yang ada di Indonesia
tentunya ada kelemahan dan juga kelebihannya.Menurut Mohamad Sahril Pontoh
(2014), berikut adalah mengenai
kelebihan dan kelemahan pelaksanaan sistem hukum Indonesia.
1. Kelebihan
Kelebihan sistem hukum Indonesia diantaranya adalah bahwa susunan perundang-undangan di Indonesia di susun secara baik dan sistematis, dari mulai peraturan yang paling atas hingga yang paling rendah, dan antara peraturan-peraturan tersebut tidak saling tumpang tindih karena di atur oleh berbagai macam adagium. Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negara dan UUD'45 sebagai sumber hukum yang paling utama dan teratas. UUD'45 terkenal paling sempurna di dunia walau hanya dengan beberapa Pasal saja di dalamnya, dan di dalam pembukaannya, UUD'45 mengatur keseluruhan dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka dan berserikat.
Kelebihan sistem hukum Indonesia diantaranya adalah bahwa susunan perundang-undangan di Indonesia di susun secara baik dan sistematis, dari mulai peraturan yang paling atas hingga yang paling rendah, dan antara peraturan-peraturan tersebut tidak saling tumpang tindih karena di atur oleh berbagai macam adagium. Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negara dan UUD'45 sebagai sumber hukum yang paling utama dan teratas. UUD'45 terkenal paling sempurna di dunia walau hanya dengan beberapa Pasal saja di dalamnya, dan di dalam pembukaannya, UUD'45 mengatur keseluruhan dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka dan berserikat.
2. Kelemahan
Berikut beberapa kelemahan sistem hukum di Indonesia :
Berikut beberapa kelemahan sistem hukum di Indonesia :
a. Campur Tangan Politik.Kasus-kasus
hukum di Indonesia banyak yang terhambat karena adanya campur tangan politik
didalamnya. Hal yang lumrah untuk
dilontarkan karena kasus-kasus besar dan berdimensi struktural saat ini
setidaknya melibatkan partai politik penguasa negara ini.
b. Peraturan perundangan yang lebih
berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan
rakyat.
c. Rendahnya integritas moral, kredibilitas,
profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum.
Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa
dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para
tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang
rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah
disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum
d. Kedewasaan Berpolitik. Berbagai
sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik
sesungguhnya memperlihatkan ketidakdewasaan para elit politik di Negara hukum
ini
Wakil Ketua Komisi
Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, terdapat tujuh faktor yang
menyebabkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
1. Undang-undang
yang dihasilkan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat lebih mencerminkan
kepentingan pengusaha dan penguasa daripada kepentingan rakyat kebanyakan
Undang-Undang ini, kemudian membuat sebagian besar masyarakat meremehkan hukum di Indonesia karena hukum tidak dibuat untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak, bagaimana hilangnya beberapa pasal pada UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas sangat menguntungkan pengusaha.
Undang-Undang ini, kemudian membuat sebagian besar masyarakat meremehkan hukum di Indonesia karena hukum tidak dibuat untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak, bagaimana hilangnya beberapa pasal pada UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas sangat menguntungkan pengusaha.
2. lemahnya
konstitusional dari para pemimpin dan penyelenggara
negara di Indonesia.
Lihat saja partai yang dulu beriklan banyak soal anti korupsi, namun justru sekarang paling banyak melakukan pelanggaran hukum tersebut.
Lihat saja partai yang dulu beriklan banyak soal anti korupsi, namun justru sekarang paling banyak melakukan pelanggaran hukum tersebut.
3. Rendahnya
integritas aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa dan advokat.
Komisi Yudisial banyak menerima aduan tentang bagaimana perilaku hakim yang banyak melanggar kode etik. Laporan ini meskipun sulit dibuktikan, paling tidak menunjukkan bahwa dalam pandangan masyarakat, integritas aparat penegak hukum sangat rendah.
Komisi Yudisial banyak menerima aduan tentang bagaimana perilaku hakim yang banyak melanggar kode etik. Laporan ini meskipun sulit dibuktikan, paling tidak menunjukkan bahwa dalam pandangan masyarakat, integritas aparat penegak hukum sangat rendah.
4. Paradigma
penegakan hukum yang positivistik atau lebih menekankan pada aspek legal
formal.
Kasus pencurian sandal atau karena seorang nenek yang dihukum karena mencuri barang yang nilainya kecil adalah contoh bagaimana hukum di negara ini sangat positivistik, padahal hukum seharusnya bersifat transformatif (memberdayakan masyarakat kecil) dan liberatif (membebaskan)
Kasus pencurian sandal atau karena seorang nenek yang dihukum karena mencuri barang yang nilainya kecil adalah contoh bagaimana hukum di negara ini sangat positivistik, padahal hukum seharusnya bersifat transformatif (memberdayakan masyarakat kecil) dan liberatif (membebaskan)
5. Minimnya
sarana dan prasarana penegakan hukum
6. Sistem
hukum yang tidak sistematis
7. Tingkat
kesadaran dan budaya hukum yang kurang
C.
PERMASALAHAN
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Permasalahan disebabkan berbagai hal mulai dari sistem peradilannya,
perangkat hukumnya, tidak konsistennya para aparat penegak hukum terhadap hukum
itu sendiri serta intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum terhadap
masyarakatnya. Permasalahan hukum yang paling sering dan membudaya dalam negara
ini adalah ketidakkonsistenan para aparat penegak hukum terhadap hukum dan
peraturan yang sah dan sudah tertulis jelas dalam undang-undang. Dapat dicontohkan
dari kasus-kasus yang kecil, ketika pejabat akan berkunjung atau sedang melintas
jalan raya, para polisi justru mempersilahkan arak-arakan mobil pejabat itu
melanggar rambu-rambu lalu lintas secara terang-terangan didepan para pengguana
jalan. Dalam kasus ini mereka yang diatas sudah seharusnya memberi contoh
secara langsung bagaimana peraturan yang sesungguhnya namun dalam hal ini
mereka justru sebaliknya. Contoh kasus yang
besar dan pernah naik daun adalah kasus-kasus korupsi oleh pejabat
negara yang merugikan negara bermiliyar-miliyar separti kasus Bank Bali, BLBI
dan kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan oleh Bob Hasan.
Kasus-kasus tersebut proses peradilannya berlangsung begitu cepat dan seperti
dipermudah oleh pihak pengadilan terbukti dengan hasil vonis pengadilan yang
begitu ringan bagi mereka.
Lain halnya dengan kasus-kasus kecil dan sederhana yang dialami oleh
masyarakat, kasus yang tidak seberapa dalam pengadilannya justru begitu rumit
dan memakan waktu yang lama dibandingkan dengan kasus-kasus besar para koruptor
negeri ini. Diskriminasi hukum ini benar-benar menyulitkan dan memojokkan
masyarakat kecil sehingga tidaklah mengherankan jika masyarakat Indonesia tidak
percaya kepada peradilan di Indonesia serta perangkat hukumnya, bahkan sebisa
mungkin mereka menghindari berurusan dengan hal-hal tersebut.
Berikut ini
merupakan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab penegakan hukum di
Indonesia yang belum dapat berjalan sebagaimana mestinya beserta solusi dalam
mengatasinya.
1.Adanya Transaksional dalam Penegakan Hukum
Maksudnya adalah
adanya transaksi “jual-beli” hukum, hukum dianggap sesuatu yang tidak bernilai
sehingga mampu diperjual-belikan oleh pihak penguasa untuk mempermudah
keinginannya. Lembaga hukum yang seharusnya menjunjung tinggi hukum malah dapat
dibayar untuk melepaskan para terpidana terlepas dari hukumannya.
Solusi : Keadilan hukum harus ditegakkan
seadil-adilnya, hukum yang tidak memihak (tanpa pandang bulu). Lembaga hukum
harus menjunjung tinggi hukum, dengan mengambil suatu tindakan atau keputusan
dengan seadil-adilnya tanpa adanya kecurangan atau keberpihakkan kepada salah
satu pihak yang akan menguntungkan bagi dirinya.
2. Degradasi Moral Penegak Hukum yang Buruk
Tidak dapat dipungkiri bahwa degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila telah
terjadi di elemen masyarakat Indonesia, degradasi moral penegak hukum pun
termasuk di dalamnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab buruknya penegakan
hukum di Indonesia dengan banyaknya
pelanggaran hukum yang terjadi, banyaknya tindakkan KKN, kasus peradilan yang
tak kunjung selesai.
Solusi : mensinkronkan
antara sistem, pembuat hukum dan pelaksana penegakan hukum agar hukum dapat
berjalan dengan baik. Dan bagi para koruptor harus ada hukuman yang memiskinkan
koruptor, sehingga ada efek jera bagi para koruptor.
3. Ada Intervensi dari Penguasa
Maksudnya yaitu adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam hal ini adalah penguasa
dalam suatu proses perkara hukum, dengan alasan adanya kepentingannya yang
terganggu.
Solusi : harus adanya
sanksi hukum yang tegas, dalam proses penyelesaian perkara hukum harus
diselidiki pihak-pihak yang bersangkutan dengan sejelas-jelasnya agar perkara
hukum dapat diselesaikan dengan adil.
4. Masyarakat Belum Sadar Hukum
Dalam hal ini kesadaran akan pentingnya hukum bagi masyarakat sangat penting
dalam proses penyelenggaraan hukum agar dapat berjalan dengan semestinya. Namun
kondisi sekarang ini, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum sadar hukum
yang menyebabkan banyak pelanggaran hukum yang terjadi.
Solusi : pemerintahsebagai
fasilitasator memberikan atau memfasilitasi masyarakat dengan memberikan
pendidikan/penyuluhan/sosialisasi akan pentingnya penegakan hukum yang
sebaik-baiknya.
5. Masyarakat Sudah Tahu Hukum tapi Tetap Melanggar
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada bahkan banyak masyarakat Indonesia yang
sudah tahu akan hukum tapi mereka tetap melanggar hukum. Hal ini yang
menyebabkan peraturan-peraturan hukum seakan tidak berarti.
Solusi : jangan
memberikan peluang sekecil apapun kepada masyarakat untuk melakukan
pelanggaran, yaitu dengan mempertegas penegakan hukum dan penegak hukum tidak
boleh lengah.
6. Ketimpangan antarpasal
Ketimpangan antarpasal ini yang menyebakan tidak saling mendukungnya
pasal/peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, padahal
seharusnya ada keterkaitan pada tujuan yang sama antarpasal tersebut.
Solusi : Dilakukannya
amandemen untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan dengan
sejelas-jelasnya.
Pemecahan
Problematika Penegakan Hukum di Indonesia
Berbagai realita yang terjadi di era
reformasi sampai sekarang terkait dengan penegakan hukum yang terdapat di
Indonesia sudah tidak relevan dengan apa yang tertuang dalam kontitusi negara
ini. Indonesia dengan berbagai macam problem tentang anarkisnya para penegak
hukum, hal ini sudah tidak sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh para
pendiri bangsa terdahulu. Berbagai hal sudah bergeser dari amanah konstitusi
namun kita tidak sepantasnya untuk menyalahkan sepenuhnya kegagalan tersebut
kepada para penegak hukum atau pihak-pihak yang menjalankan hukum.
Beberapa pemecahan dari berbagai problematika
penegakan hukum di Indonesia :
1.
Bagaimana sikap serta tindakan para sarjana hukum
untuk lebih memperluas cakrawalanya dalam memahami atau menganalisis
masalah-masalah yang terjadi sekarang ini. Di sini dibutuhkan sebuah pandangan
kritis akan makna atau arti penting penegakan hukum yang sebenarnya. Selain itu
dibutuhkan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dalam mengidentifikasi
masalah-masalah sosial serta penegakan hukum yang ada dalam masyarakat agar
dalam pembuatan hukum ke depannya dapat menjadikan kekurangan atau kegagalan di
masa lalu sebagai bahan pembelajaran.
Namun yang
perlu diingat bersama adalah adanya kesadaran dalam pelaksanaaan hukum serta
adanya keadilan tanpa memandang suku, agama, ras, serta budaya seperti yang
terkandung di dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
2.
Bagaimana tindakan para aparat penegak hukum mulai
dari polisi, hakim, jaksa, serta pengacara dalam menangani setiap kasus hukum
dengan dilandasi nilai-nilai kejujuran, keadilan, serta melakukan proses-proses
hukum sesuai dengan aturan yang ada di dalam undang-undang negara kita. Bukan
hanya itu, filosofi Pancasila sebagai asas kerohanian dan sebagai pandangan
hidup dalam bertindak atau sebagai pusat dimana pengamalannya sesuai dengan
cita-cita dan tujuan negara kita sebagaimana telah dijelaskan dalam pembukaan
UUD 1945 yang terdapat pada alinea ke-IV. Hukum seharusnya tidak ditegakkan
dalam bentuknya yang paling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus berdasarkan
rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks
perundang-undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya
berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan
yang kontoversial dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
3.
Program jangka panjang yang perlu dilakukan yakni
penerapan pendidikan karakter dalam setiap tingkatan pendidikan. Untuk
mengetahui tingkat keefektifan program tersebut dalam membangun atau menguatkan
mental anak bangsa ditengah penurunan kualitas sumber daya manusia bangsa
Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun perlu kita pupuk dulu
agar nantinya generasi-generasi penerus bangsa tidak salah langkah dalam
mengambil setiap keputusan. Program ini juga mempunyai implikasi positif terhadap
penegakan hukum yang dijalankan di Indonesia karena para penegak hukum telah
dibekali pembangunan karakter yang akan melahirkan atau menciptakan manusia
Indonesia yang unggul.
4.
Adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim berprestasi
yang memberikan terobosan-terobosan dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan
adanya penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim berlomba untuk
memberikan terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum di Indonesia.
Meskipun saat ini kepercayaan
masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah. Keberanian
lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi penegakan hukum.
Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan menjadi hal yang
mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya penegakan hukum
selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati hukum.
D.
DAMPAK PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Penyelewengan
atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama bertahun-tahun hingga
sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia umum, hukum
yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat dengan
lingkungan adalah, penilangan pengemudi kendaraan yang melanggar tata tertib
lalu lintas. Mereka yang melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin
berdamai di tempat, seharusnya aparat yang menegakkan hukum tersebut dapat
menangani secara hukum yang berlaku di Indonesia, namun tidak jarang penegak
hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak terpuji untuk menambah pundi-pundi uangnya.
Oleh karena
itu, akibat-akibat yang ditimbulkan dari masalah penyelewengan hukum tersebut
diantaranya, yaitu:
1.
Ketidakpercayaan masyarakat
pada hukum
Masyarakat berpendapat bahwa hukum banyak merugikan
mereka, terlebih lagi soal materi sehingga mereka berusaha untuk
menghindarinya.Karena mereka percaya bahwa uanglah yang berbicara, dan dapat
meringankan hukuman mereka, fakta-fakta yang ada diputar balikan dengan materi
yang siap diberikan untuk penegak hukum. Kasus-kasus korupsi di Indonesia tidak
terselesaikan secara tuntas karena para petinggi Negara yang terlibat di
dalamnya mempermainkan hukum dengan menyuap sana sini agar kasus ini tidak
terungkap, akibatnya kepercayaan masayarakatpun pudar.
2. Penyelesaian konflik dengan kekerasan
Penyelesaian konflik dengan
kekerasan contohnya ialah pencuri ayam yang dipukuli warga, pencuri sandal yang
dihakimi warga. Konflik yang terjadi di sekelompok masyarakat di Indonesia
banyak yang diselesaikan dengan kekerasan, seperti kasus tawuran antar pelajar,
tawuran antar suku yang memperebutkan wilayah, atau ada salah satu suku yang tersakiti
sehingga dibalas degan kekerasan. Mereka tidak mengindahkan peraturan-peraturan
kepemerintahan, dengan masalah secara geografis, mereka.Ini membuktikan
masayarakat Indonesia yang tidak tertib hukum, seharusnya masalah seperti
maling sandal atau ayam dapat ditangani oleh pihak yang yang berwajib, bukan
dihakimi secara seenakanya, bahkan dapat menghilangkan nyawa seseorang.
3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi
Dari beberapa kasus di Indonesia,
banyak warga Negara Indonesia yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum
untuk kepentingan pribadi.Contohnya ialah pengacara yang menyuap polisi ataupun
hakim untuk meringankan terdakwa, sedangkan polisi dan hakim yang seharusnya
bisa menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat kasus hukum bisa
jadi lebih condong pada banyaknya materi yang diberikan oleh salah satu pihak
yang sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut.
Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap
Penegakan Hukum Di Indonesia
Ketidakpuasan masyarakat terhadap
penegakan hukum di Indonesia ini merupakan fakta dan data yang ditunjukkan dari
hasil survei terhadap masyarakat oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang
menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan
hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2
persen tidak menjawab. Mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di
Indonesia merata di semua segmen.
Namun demikian, mereka yang tinggal
di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah lebih tak puas
jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi.
Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah
lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika
berhadapan dengan aparat hukum. Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan
hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen
(Survei LSI Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3
persen (September 2011), sebesar 50,3 persen (Oktober 2012), dan terakhir 56,6
persen (April 2013) (http://www.lsi.or.id/riset/).
Uraian di atas menunjukkan betapa
rusaknya hukum di Indonesia.Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga
pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang mengamatinya.Tetapi lembaga ini
sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna.Lembaga yang seharusnya berperan
dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat
dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk.Mereka tidak
tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah
berkenalan dengan narapidana lainnya.Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan
yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan fakta yang
ada hari ini, beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri
dengan merubah hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang lima.
إرسال تعليق