BAB 11
SISTEM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

A.       TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
UUD 1945 merupakan hukum dasar Negara yang menempati posisisebagai hukum Negara tertinggi dalam tertib hukum (legal order) Indonesia.Di bawah UUD1945 terdapat berbagai aturan hukum/perundang-undangan yang bersumber berdasarkan padaUUD 1945.Legal order merupakan satu kesatuan sistem hukum yang tersusun secara tertib diIndonesia dituangkan dalam  BAB III dalam UU No 12 Th 2011 tentang Jenis, Hierarki dan Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan Indonesia
Sumber hukum terdiriatas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasilasebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu KetuhananYang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradil dan beradab, Persatuan Indonesia, danKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan batangtubuh Undang-Undang Dasar 1945.Adapun tata urutan Hierarki Perundang-undangan Indonesia Pasal 7 ayat 1 adalah sebagai berikut.
1.      Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, 
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3.      Undang-Undang
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
5.      Peraturan Presiden
6.      Peraturan Daerah Provinsi
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Keterangan :
1.      Undang-undang dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.
UUD 1945 mulai berlaku sejak 18 agustus 1945 sampai 27 desember 1949, setelah itu terjadi perubahan dasar negara yang mengakibatkan UUD 1945 tidak berlaku, namun melalui dekrit presiden tanggal 5 juli tahun 1959, akhirnya UUD 1945 berlaku kembali sampai dengan sekarang.
2.      Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR-RI)
merupakan putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang MPR. Contoh : 
TAP MPR NOMOR III TAHUN 2000 TENTANG SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR III/MPR/2000
3.      Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan
Ialah UU yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden. Perlu diketahui bahwa undang-undang merupakan produk bersama dari presiden dan DPR (produk legislatif), dalam pembentukan undang-undang ini bisa saja presiden yang mengajukan RUU yang akan sah menjadi Undang-undang jika DPR menyetujuinya, dan begitu pula sebaliknya. Contoh : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG “LARANGAN MEROKOK”
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (negara dalam keadaan darurat), dengan ketentuan sebagai berikut:
Perpu dibuat oleh presiden saja, tanpa adanya keterlibatan DPR
a. Perpu harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
b. DPR dapat menerima atau menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan.
c. Jika ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
Contoh : bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru; diganti dengan :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI,
Contoh: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
5.      Peraturan Presiden (PP)
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah.Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1987 TENTANG SATUAN TURUNAN, SATUAN TAMBAHAN, DAN SATUAN LAIN YANG BERLAKU  dan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1973 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
6.      Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.Peraturan daerah dan keputusan kepala daerah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asas desentralisasi yang berarti wilayah Indonesia dibagi dalam beberapa daerah otonom dan wilayah administrasi.Daerah otonom ini dibagi menjadi daerah tingkat I dan daerah tingkat II.Dalam pelaksanaannya kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan peraturan daerah.Peraturan daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.Contoh :
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA dan PERDA NO. 10 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR:  10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT
7.      Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota.Contoh :
“ PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK” NOMOR 01 TAHUN 1990 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK NOMOR 01 TAHUN 1989 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II GRESIK TAHUN ANGGARAN 1989/1990

Selain dari hal-hal diatas, yang menjadi sumber Hukum Tata Negara adalah :
8.      Konvensi
Menurut A.V. Dickey konvensi dapat mempunyai arti dan terdiri dari: understandings (pengertian-pengertian), habits (kebiasaan-kebiasaan atau kelaziman-kelaziman) dan practices (praktek-praktek) yang berkaitan dengan ketatanegaraan, yang tidak dapat dipaksakan
Menurut penjelasan umum UUD 1945 konvensi : “aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis” contoh : Ngaben
UUD adalah sebagian dari Hukum Dasar “Hukum Dasar yang tertulis” dan Konvensi adalah hukum Dasar “Hukum Dasar yang tidak tertulis” Penggunaan konvensi sebagai sumber hukum tata negara diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan kehidupan negara. Contoh Konvensi dalam Hukum Tata Negara di Indonesia :
1.Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus (satu hari menjelang peringatan Hari kemerdekaan RI)
2.Upacara Bendera Peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus
3.Peletakan Posisi Photo Presiden dan Wakil Presiden di Kantor-kantor pemerintahan.
4.Pemberian grasi , amnestis , abolisi atau rehabilitasi pada hari kemerdekaan, hari raya keagamaan secara serentak.

9.      Traktat
Traktat sebagai sumber Hukum Tata Negara, Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara (baik bilateral maupun multilateral), mempunyai kekuatan mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian itu.Perjanjian antar negara juga dapat merupakan bagian dari hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuatan mengikat Contoh Traktat:
Perjanjian internasional yang diadakan antara pemerintahan NKRI dengan Pemerintahan Republik Rakyat Cina tentang  dwikenegaraan.
(Sumber: http://nofrialfaresita.vv.si/2013/01/tata-urutan-hierarki-perundang-undangan-indonesia uu-no-12-tahun-2011)

B.        KONDISI HUKUM DI INDONESIA
Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di Indonesia tanpa adanyakeprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat yang terluka oleh hukum.Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotanyang amat tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun luar negri.Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempatiperingkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar biasadibandingkan dengan bidang hukum lainnya.Bidang hukum pidana merupakan bidanghukum yang paling mudah untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yangdijalankan di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau belum.
Hukum pidana bukan hanyaberbicara tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputisemua proses dan sistem peradilan pidana. Proses peradilan berawal dari penyelidikan yangdilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan pidana dan selanjutnya diakhiridengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidanaitulah yang saat ini banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilakuaparatnya yang jauh dari kebaikan.Corak hukum yang sebagian besar telah bobrok oleh pelaku yang hanyamementingkan pribadi atau kelompok.
Hukum di Negara kita ini dapat diselewengkan atau disuap dengan mudahnya, denganinkonsistensi hukum di Indonesia, seperti pemberian hukuman kepada para pejabat Negarayang menyalahi aturan hukum, misalnya saat terkena tilang polisi lalu lintas, ada beberapaoknum polisi yang mau bahkan terkadang minta disuap agar kasus ini tidak diperpanjang,polisinya pun mendapatkan keuntungan materi dengan cepat namun salah tempat. Inimerupakan contoh-contoh dalam lingkungan terdekat kita.Masih banyak kasus-kasus yangdapat dijadikan contoh dari penyelewengan hukum di Indonesia.Kita dapat mengambil beberapa contoh tentang salahnya penegakan hukum diIndonesia. Saat seseorang mencuri sandal misalnya, seperti yang pernah diberitakan, ia disidang dan didenda hanya karena mencuri sandal seorang briptu yang harganya bisa dibilang murah, sedangkan para koruptor di Indonesia bisa dengan leluasa merajalela,menikmati tanpa dosa, karena mereka memandang rendah hukum yang ada di Indonesia.Contoh Arthalyta Suryani,dia menempati rutan dengan sarana eksklusif, bisa dikatakan eksklusif, sampai-sampai adaruang untuk berkaraoke, ini juga bisa dijadikan sebagai pembelian hukum di Indonesia.
Kasus korupsi dinilai sebagai penyakit yang sangat kronis, banyak kasuskorupsi yang dalam pengusutannya tidak mampu menguak fakta apalagi menangkap dalangintelektualnya.Banyak oknum penegak hukum yang ikut terlibat dalam pusaran kasuskorupsi, sehingga tidak dapat ditangkap dan diadili sesuai hukum.Kejadian diatas merupakan segelintir masalah penegakan hukum yang bersarang diIndonesia dan merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus-kasus penegakan hukum yang semakin semrawut. Walaupun tak semua penegakan hukum di Indonesia ini semuanyaberbau negatif, namun sebagian besar semuanya mengarah kearah sana. Tidak jujur jikasemua penegakan hukum di Indonesia baik dan tidak jujur pula bila semua penegakan hokum di Indonesia buruk.
Tidak hanya contoh di atas saja yang membuat kita mengetahui betapa lemahnya penegakan hukum di Indonesia.Menangani kasus korupsi memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Tetapi walaupun sesulit apapun mengatasi masalah korupsi, tetap saja kita harus tetap membasmi pelaku-pelaku korupsi karna hal tersebut sangat merugikan banyak pihak khususnya rakyat Indonesia dan akan membuat masyarakat tidak mempercayai lagi hukum dan penegak hukum di Indonesia. Jangan sampai masyarakat tidak lagi mempunyai pegangan untuk hidup teratur dan sejahtera kalau hukum di negaranya sudah tidak benar.
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Hukum Indonesia
Dalam pelaksanaannya sistem hukum yang ada di Indonesia tentunya ada kelemahan dan juga kelebihannya.Menurut Mohamad Sahril Pontoh (2014),  berikut adalah mengenai kelebihan dan kelemahan pelaksanaan sistem hukum Indonesia.
1.      Kelebihan
Kelebihan sistem hukum Indonesia diantaranya adalah bahwa susunan perundang-undangan di Indonesia di susun secara baik dan sistematis, dari mulai peraturan yang paling atas hingga yang paling rendah, dan antara peraturan-peraturan tersebut tidak saling tumpang tindih karena di atur oleh berbagai macam adagium. Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar negara dan UUD'45 sebagai sumber hukum yang paling utama dan teratas. UUD'45 terkenal paling sempurna di dunia walau hanya dengan beberapa Pasal saja di dalamnya, dan di dalam pembukaannya, UUD'45 mengatur keseluruhan dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka dan berserikat.
2.      Kelemahan
Berikut beberapa kelemahan sistem hukum di Indonesia :
a.       Campur Tangan Politik.Kasus-kasus hukum di Indonesia banyak yang terhambat karena adanya campur tangan politik didalamnya.  Hal yang lumrah untuk dilontarkan karena kasus-kasus besar dan berdimensi struktural saat ini setidaknya melibatkan partai politik penguasa negara ini.
b.      Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan   kepentingan rakyat.
c.       Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum. Moral yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum
d.      Kedewasaan Berpolitik. Berbagai sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidakdewasaan para elit politik di Negara hukum ini
Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, terdapat tujuh faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
1.      Undang-undang yang dihasilkan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat lebih mencerminkan kepentingan pengusaha dan penguasa daripada kepentingan rakyat kebanyakan
Undang-Undang ini, kemudian membuat sebagian besar masyarakat meremehkan hukum di Indonesia karena hukum tidak dibuat untuk kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak, bagaimana hilangnya beberapa pasal pada UU Ketenagakerjaan dan UU Perseroan Terbatas sangat menguntungkan pengusaha.
2.      lemahnya  konstitusional dari para pemimpin dan penyelenggara negara di Indonesia.
Lihat saja partai yang dulu beriklan banyak soal anti korupsi, namun justru sekarang paling banyak melakukan pelanggaran hukum tersebut.
3.      Rendahnya integritas aparat penegak hukum seperti polisi, hakim, jaksa dan advokat.
Komisi Yudisial banyak menerima aduan tentang bagaimana perilaku hakim yang banyak melanggar kode etik. Laporan ini meskipun sulit dibuktikan, paling tidak menunjukkan bahwa dalam pandangan masyarakat, integritas aparat penegak hukum sangat rendah.
4.      Paradigma penegakan hukum yang positivistik atau lebih menekankan pada aspek legal formal.
Kasus pencurian sandal atau karena seorang nenek yang dihukum karena mencuri barang yang nilainya kecil adalah contoh bagaimana hukum di negara ini sangat positivistik, padahal hukum seharusnya bersifat transformatif (memberdayakan masyarakat kecil) dan liberatif (membebaskan)
5.      Minimnya sarana dan prasarana penegakan hukum
6.      Sistem hukum yang tidak sistematis
7.      Tingkat kesadaran dan budaya hukum yang kurang

C.    PERMASALAHAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Permasalahan disebabkan berbagai hal mulai dari sistem peradilannya, perangkat hukumnya, tidak konsistennya para aparat penegak hukum terhadap hukum itu sendiri serta intervensi kekuasaan maupun perlindungan hukum terhadap masyarakatnya. Permasalahan hukum yang paling sering dan membudaya dalam negara ini adalah ketidakkonsistenan para aparat penegak hukum terhadap hukum dan peraturan yang sah dan sudah tertulis jelas dalam undang-undang. Dapat dicontohkan dari kasus-kasus yang kecil, ketika  pejabat akan berkunjung atau sedang melintas jalan raya, para polisi justru mempersilahkan arak-arakan mobil pejabat itu melanggar rambu-rambu lalu lintas secara terang-terangan didepan para pengguana jalan. Dalam kasus ini mereka yang diatas sudah seharusnya memberi contoh secara langsung bagaimana peraturan yang sesungguhnya namun dalam hal ini mereka justru sebaliknya. Contoh kasus yang  besar dan pernah naik daun adalah kasus-kasus korupsi oleh pejabat negara yang merugikan negara bermiliyar-miliyar separti kasus Bank Bali, BLBI dan kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan oleh Bob Hasan. Kasus-kasus tersebut proses peradilannya berlangsung begitu cepat dan seperti dipermudah oleh pihak pengadilan terbukti dengan hasil vonis pengadilan yang begitu ringan bagi mereka.
Lain halnya dengan kasus-kasus kecil dan sederhana yang dialami oleh masyarakat, kasus yang tidak seberapa dalam pengadilannya justru begitu rumit dan memakan waktu yang lama dibandingkan dengan kasus-kasus besar para koruptor negeri ini. Diskriminasi hukum ini benar-benar menyulitkan dan memojokkan masyarakat kecil sehingga tidaklah mengherankan jika masyarakat Indonesia tidak percaya kepada peradilan di Indonesia serta perangkat hukumnya, bahkan sebisa mungkin mereka menghindari berurusan dengan hal-hal tersebut.
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab penegakan hukum di Indonesia yang belum dapat berjalan sebagaimana mestinya beserta solusi dalam mengatasinya.
1.Adanya Transaksional dalam Penegakan Hukum
Maksudnya adalah adanya transaksi “jual-beli” hukum, hukum dianggap sesuatu yang tidak bernilai sehingga mampu diperjual-belikan oleh pihak penguasa untuk mempermudah keinginannya. Lembaga hukum yang seharusnya menjunjung tinggi hukum malah dapat dibayar untuk melepaskan para terpidana terlepas dari hukumannya.
Solusi :  Keadilan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, hukum yang tidak memihak (tanpa pandang bulu). Lembaga hukum harus menjunjung tinggi hukum, dengan mengambil suatu tindakan atau keputusan dengan seadil-adilnya tanpa adanya kecurangan atau keberpihakkan kepada salah satu pihak yang akan menguntungkan bagi dirinya.
2. Degradasi Moral Penegak Hukum yang Buruk
            Tidak dapat dipungkiri bahwa degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila telah terjadi di elemen masyarakat Indonesia, degradasi moral penegak hukum pun termasuk di dalamnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab buruknya penegakan hukum di Indonesia  dengan banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi, banyaknya tindakkan KKN, kasus peradilan yang tak kunjung selesai.
Solusi : mensinkronkan antara sistem, pembuat hukum dan pelaksana penegakan hukum agar hukum dapat berjalan dengan baik. Dan bagi para koruptor harus ada hukuman yang memiskinkan koruptor, sehingga ada efek jera bagi para koruptor.
3. Ada Intervensi dari Penguasa
            Maksudnya yaitu adanya keikutsertaan pihak ketiga dalam hal ini adalah penguasa dalam suatu proses perkara hukum, dengan alasan adanya kepentingannya yang terganggu.
Solusi : harus adanya sanksi hukum yang tegas, dalam proses penyelesaian perkara hukum harus diselidiki pihak-pihak yang bersangkutan dengan sejelas-jelasnya agar perkara hukum dapat diselesaikan dengan adil.
4. Masyarakat Belum Sadar Hukum
            Dalam hal ini kesadaran akan pentingnya hukum bagi masyarakat sangat penting dalam proses penyelenggaraan hukum agar dapat berjalan dengan semestinya. Namun kondisi sekarang ini, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum sadar hukum yang menyebabkan banyak pelanggaran hukum yang terjadi.
Solusi : pemerintahsebagai fasilitasator memberikan atau memfasilitasi masyarakat dengan memberikan pendidikan/penyuluhan/sosialisasi akan pentingnya penegakan hukum yang sebaik-baiknya.
5. Masyarakat Sudah Tahu Hukum tapi Tetap Melanggar
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada bahkan banyak masyarakat Indonesia yang sudah tahu akan hukum tapi mereka tetap melanggar hukum. Hal ini yang menyebabkan peraturan-peraturan hukum seakan tidak berarti.
Solusi : jangan memberikan peluang sekecil apapun kepada masyarakat untuk melakukan pelanggaran, yaitu dengan mempertegas penegakan hukum dan penegak hukum tidak boleh lengah.

6. Ketimpangan antarpasal
Ketimpangan antarpasal ini yang menyebakan tidak saling mendukungnya pasal/peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya, padahal seharusnya ada keterkaitan pada tujuan yang sama antarpasal tersebut.
Solusi : Dilakukannya amandemen untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan dengan sejelas-jelasnya.


Pemecahan Problematika Penegakan Hukum di Indonesia
Berbagai realita yang terjadi di era reformasi sampai sekarang terkait dengan penegakan hukum yang terdapat di Indonesia sudah tidak relevan dengan apa yang tertuang dalam kontitusi negara ini. Indonesia dengan berbagai macam problem tentang anarkisnya para penegak hukum, hal ini sudah tidak sesuai dengan apa yang di cita-citakan oleh para pendiri bangsa terdahulu. Berbagai hal sudah bergeser dari amanah konstitusi namun kita tidak sepantasnya untuk menyalahkan sepenuhnya kegagalan tersebut kepada para penegak hukum atau pihak-pihak yang menjalankan hukum.
Beberapa pemecahan dari berbagai problematika penegakan hukum di Indonesia :
1.      Bagaimana sikap serta tindakan para sarjana hukum untuk lebih memperluas cakrawalanya dalam memahami atau menganalisis masalah-masalah yang terjadi sekarang ini. Di sini dibutuhkan sebuah pandangan kritis akan makna atau arti penting penegakan hukum yang sebenarnya. Selain itu dibutuhkan ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dalam mengidentifikasi masalah-masalah sosial serta penegakan hukum yang ada dalam masyarakat agar dalam pembuatan hukum ke depannya dapat menjadikan kekurangan atau kegagalan di masa lalu sebagai bahan pembelajaran.
Namun yang perlu diingat bersama adalah adanya kesadaran dalam pelaksanaaan hukum serta adanya keadilan tanpa memandang suku, agama, ras, serta budaya seperti yang terkandung di dalam pasal 27 ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
2.      Bagaimana tindakan para aparat penegak hukum mulai dari polisi, hakim, jaksa, serta pengacara dalam menangani setiap kasus hukum dengan dilandasi nilai-nilai kejujuran, keadilan, serta melakukan proses-proses hukum sesuai dengan aturan yang ada di dalam undang-undang negara kita. Bukan hanya itu, filosofi Pancasila sebagai asas kerohanian dan sebagai pandangan hidup dalam bertindak atau sebagai pusat dimana pengamalannya sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara kita sebagaimana telah dijelaskan dalam pembukaan UUD 1945 yang terdapat pada alinea ke-IV. Hukum seharusnya tidak ditegakkan dalam bentuknya yang pa­ling kaku, arogan, hitam putih. Tapi harus berdasarkan rasa keadilan yang tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks perundang-undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakkan yang hanya berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan putusan-putusan yang kontoversial dan tidak memenuhi rasa keadilan yang sebenarnya.
3.      Program jangka panjang yang perlu dilakukan yakni penerapan pendidikan karakter dalam setiap tingkatan pendidikan. Untuk mengetahui tingkat keefektifan program tersebut dalam membangun atau menguatkan mental anak bangsa ditengah penurunan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun perlu kita pupuk dulu agar nantinya generasi-generasi penerus bangsa tidak salah langkah dalam mengambil setiap keputusan. Program ini juga mempunyai implikasi positif terhadap penegakan hukum yang dijalankan di Indonesia karena para penegak hukum telah dibekali pembangunan karakter yang akan melahirkan atau menciptakan manusia Indonesia yang unggul.
4.      Adanya penghargaan bagi jaksa dan hakim berprestasi yang memberikan terobosan-terobosan dalam penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya penghargaan ini diharapkan setiap jaksa maupun hakim berlomba untuk memberikan terobosan yang bermanfaat bagi penegakan hukum di Indonesia.
Meskipun saat ini kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum masih sangat rendah. Keberanian lembaga-lembaga hukum bangsa ini akan menjadi titik cerah bagi penegakan hukum. Namun selain itu kesadaran masyarakat dalam menaati hukum akan menjadi hal yang mempengaruhi penegakkan hukum di Indonesia. Karena lemahnya penegakan hukum selama ini juga akibat masyarakat yang kurang menaati hukum.

D.       DAMPAK PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama bertahun-tahun hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia umum, hukum yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat dengan lingkungan adalah, penilangan pengemudi kendaraan yang melanggar tata tertib lalu lintas. Mereka yang melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin berdamai di tempat, seharusnya aparat yang menegakkan hukum tersebut dapat menangani secara hukum yang berlaku di Indonesia, namun tidak jarang penegak hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak terpuji  untuk menambah pundi-pundi uangnya.
Oleh karena itu, akibat-akibat yang ditimbulkan dari masalah penyelewengan hukum tersebut diantaranya, yaitu:
1.      Ketidakpercayaan masyarakat pada hukum
Masyarakat berpendapat bahwa hukum banyak merugikan mereka, terlebih lagi soal materi sehingga mereka berusaha untuk menghindarinya.Karena mereka percaya bahwa uanglah yang berbicara, dan dapat meringankan hukuman mereka, fakta-fakta yang ada diputar balikan dengan materi yang siap diberikan untuk penegak hukum. Kasus-kasus korupsi di Indonesia tidak terselesaikan secara tuntas karena para petinggi Negara yang terlibat di dalamnya mempermainkan hukum dengan menyuap sana sini agar kasus ini tidak terungkap, akibatnya kepercayaan masayarakatpun pudar.
2.     Penyelesaian konflik dengan kekerasan
Penyelesaian konflik dengan kekerasan contohnya ialah pencuri ayam yang dipukuli warga, pencuri sandal yang dihakimi warga. Konflik yang terjadi di sekelompok masyarakat di Indonesia banyak yang diselesaikan dengan kekerasan, seperti kasus tawuran antar pelajar, tawuran antar suku yang memperebutkan wilayah, atau ada salah satu suku yang tersakiti sehingga dibalas degan kekerasan. Mereka tidak mengindahkan peraturan-peraturan kepemerintahan, dengan masalah secara geografis, mereka.Ini membuktikan masayarakat Indonesia yang tidak tertib hukum, seharusnya masalah seperti maling sandal atau ayam dapat ditangani oleh pihak yang yang berwajib, bukan dihakimi secara seenakanya, bahkan dapat menghilangkan nyawa seseorang.
3.    Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan Pribadi
Dari beberapa kasus di Indonesia, banyak warga Negara Indonesia yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum untuk kepentingan pribadi.Contohnya ialah pengacara yang menyuap polisi ataupun hakim untuk meringankan terdakwa, sedangkan polisi dan hakim yang seharusnya bisa menjadi penengah bagi kedua belah pihak yang sedang terlibat kasus hukum bisa jadi lebih condong pada banyaknya materi yang diberikan oleh salah satu pihak yang sedang terlibat dalam kasus hukum tersebut.

Ketidakpuasan Masyarakat Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia
Ketidakpuasan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia ini merupakan fakta dan data yang ditunjukkan dari hasil survei terhadap masyarakat oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang menyebutkan bahwa 56,0 persen publik menyatakan tidak puas dengan penegakan hukum di Indonesia, hanya 29,8 persen menyatakan puas, sedangkan sisanya 14,2 persen tidak menjawab. Mereka yang tak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia merata di semua segmen.
Namun demikian, mereka yang tinggal di desa, berasal dari ekonomi bawah, dan berpendidikan rendah lebih tak puas jika dibandingkan dengan mereka yang berada di kota dan berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena mereka yang berada di desa dan kelompok ekonomi bawah lebih sering menghadapi kenyataan merasa diperlakukan tidak adil jika berhadapan dengan aparat hukum. Ketidakpuasaan responden terhadap penegakan hukum di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu 37,4 persen (Survei LSI Januari 2010), sebesar 41,2 persen (Oktober 2010), sebesar 50,3 persen (September 2011), sebesar 50,3 persen (Oktober 2012), dan terakhir 56,6 persen (April 2013) (http://www.lsi.or.id/riset/).
Uraian di atas menunjukkan betapa rusaknya hukum di Indonesia.Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga pemasyarakatan karena tidak banyak orang yang mengamatinya.Tetapi lembaga ini sebenarnya juga tidak dapat dikatakan sempurna.Lembaga yang seharusnya berperan dalam memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik.Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat dari kapasitasnya menjadikan nasib narapidana juga semakin buruk.Mereka tidak tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah berkenalan dengan narapidana lainnya.Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana. Bahkan fakta yang ada hari ini, beberapa narapidana dengan leluasanya membuat “aturan” sendiri dengan merubah hotel prodeo tersebut menjadi hotel bak bintang lima.





Post a Comment

أحدث أقدم